Info penerimaan mahasiswa baru IDIA Prenduan tahun akademik 2010-2011 silahkan klik di sini

Whatz? Pemimpin Wanita?

Jumat, 21 Januari 2011

Kirim ini ke Facebook Anda..

www.tips-fb.com


Kontroversi seputar boleh tidaknya seorang perempuan menjadi presiden seakan tak ada habisnya dalam pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya, tetapi juga akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Jadi, pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia, tetapi bersifat vertikal-moral, yakni tanggung jawab kepada Allah SWT di akhirat nanti. Seorang pemimpin bisa dianggap lolos dari tanggung jawab formal di hadapan orang-orang yang dipimpinnya, tetapi ia belum tentu bisa lolos ketika ia bertanggungjawab di hadapan Allah SWT.
Kepemimpinan sebenarnya bukan sesuatu yang mesti menyenangkan, tetapi merupakan tanggung jawab sekaligus amanah yang amat berat yang harus diemban dengan sebaik-baiknya. Hati perempuan dikatakan doif, lemah. Terkadang jika berfikir seringnya menggunakan perasaan daripada logika. Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran, maupun resiko, dan tanggung jawabnya, bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya. Menghadiri rapat diberbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya.
“Bagi para wanita, mereka punya hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang benar. Tapi para suami memiliki satu tingkat kelebihan dari istrinya.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Lalu, kapan kita boleh memilih wanita sebagai pemimpin? Jawabannya adalah bila sudah tidak ada lagi laki-laki dan ketika yang dipimpin itu adalah para wanita. Bukankah Islam tidak melarang imam shalat itu perempuan asalkan makmumnya juga perempuan?
Di dalam hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari hadits Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Tatkala sampai berita kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa penduduk Persia mengangkat seorang anak wanita Kisra (gelar raja Persia) sebagai pemimpin yang memimpin mereka, maka beliau bersabda:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang mereka menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Maghazi, bab Kitabun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ila Kisra wa Qaishar, 7/4425 bersama Al-Fath)
Al-Hafizh setelah menyebutkan hadits ini berkata: “Al-Khaththabi berkata: Hadits ini menunjukkan bahwa seorang wanita tidak boleh memegang kepemimpinan dan qadha` (menjadi hakim).” (Fathul Bari, 7/735)
Dan tidak ada perselisihan di kalangan para ulama tentang tidak diperbolehkannya kaum wanita menjadi pemimpin negara. (Lihat penukilan kesepakatan tersebut dalam Adhwa`ul Bayan, Asy-Syinqithi, 1/75, Al-Qurthubi dalam tafsirnya menukil dari Al-Qadhi Abu Bakr Ibnul ‘Arabi, 13/183, Ahkamul Qur`an, Ibnul ‘Arabi, 3/482)


Anni Salamah
Semester 3 KPI
Indramayu


Artikel Terkait



0 komentar: